Minggu, 25 Agustus 2013

Kerajaan Siguntur

Kerajaan Siguntur adalah kerajaan yang berdiri semenjak tahun 1250 pasca runtuhnya Kerajaan Dharmasraya dan bertahan selama beberapa masa hingga kemudian dikuasai oleh Kerajaan Pagaruyung tapi sampai sekarang ahli waris istana kerajaan masih ada dan tetap bergelar Sutan. Ahli waris yang memegang jabatan raja Siguntur hingga saat ini adalah Sutan Hendri
Kalau diperhatikan dari raja-raja yang pernah memerintah, kerajaan ini juga bernaung dibawah kerajaan Pagaruyung dibawah pemerintahan Adityawarman.
Bahasa yang dipergunakan di kerajaan Siguntur adalah bahasa Minang dialek Siguntur, yang mirip dengan dialek Payakumbuh.
Sejarah kerajaan Siguntur belum banyak diketahui, namun menurut sumber lokal menyebutkan bahwa daerah Siguntur merupakan sebuah kerajaan Dharmasyraya di Swarnabhumi (Sumatera) yang berkedudukan di hulu sungai Batanghari, sungai ini melintasi Provinsi Jambi dengan muara di laut Cina Selatan. Sebelum agama Islam masuk ke wilayah Minangkabau atau Jambi, kerajaan Siguntur merupakan kerajaan kecil yang bernaung di bawah kerajaan Malayu, namun pernah bernaung pula pada kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Singasari, dan Minangkabau. Pada tahun 1197 S (1275 M) Siguntur merupakan pusat Kerajaan Malayu dengan rajanya Mauliwarmadewa bergelar Sri Buana Raya Mauliawarmadewa sebagai raja Dharmasyraya. Sedangkan dalam prasasti Amonghapasa menyebutkan bahwa pada tahun 1286 Sri Maharaja Tribhuwanaraja Mauliawarmadewa bersemayam di Dharmasyraya daerah pedalaman Riau daratan. Dengan kata lain kerajaan Swarnabhumi pada waktu itu telah dipindahkan dari Jambi ke Dharmasyraya. Melihat kedua pendapat tersebut, ada kemungkinan pada abad 12 kerajaan Siguntur ini berasal dari kerajaan Swarnabhumi Malayupuri Jambi. Abad 14 agama Islam masuk ke Kerajaan Siguntur. Pada waktu itu yang berkuasa adalah raja Pramesora yang berganti nama menjadi Sultan Muhamad Syah bin Sora Iskandarsyah. Selanjutnya kerajaan Siguntur bernaung dibawah Kerajaan Alam Minangkabau. Salah satu bukti Kerajaan Siguntur menganut agama Islam terlihat pada masyarakat yang memegang prinsip syarak bersandi Kitabullah. Selain itu, ditemukan pula dua buah stempel kerajaan Siguntur berbahasa Arabh yang menyebutkan bahwa "Cap ini dari Sultan Muhammad Syah bin Sora Iskandar atau Muhammad Sultan Syah Fi Siguntur Lillahi" dan "Cap ini bertuliskan bahwa Al-Watsiqubi 'inayatillahi' 'azhiim Sutan Sri Maharaja Diraja Ibnu Sutan Abdul Jalil 'inaya Syah Almarhum." Dan diperkirakan pada masa inilah Masjid Siguntur didirikan. Pembangunan Mesjid Siguntur
Dalam kompleks Masjid Siguntur terdapat makam Raja-raja Siguntur yang terdapat di sebelah utara bangunan masjid. Kompleks makam berdenah segi lima dengan ukuran panjang yang berbeda. Makam dibuat sangat sederhana, hanya ditandai dengan nisan dan jirat dari bata dan batu. Dari sekian banyak makam hanya enam makam yang diketahui, yaitu makam Sri Maharaja Diraja Ibnu bergelar Sultan Muhammad Syah bin Sora, Sultan Abdul Jalil bin Sultan Muhammad Syah Tuangku Bagindo Ratu II, Sultan Abdul Kadire Tuangku Bagindo Ratu III, Sultan Amirudin Tuangku Bagindo Ratu IV, Sultan Ali Akbar Tuangku Bagindo V, dan Sultan Abu Bakar Tuangku Bagindo Ratu VI.
Pada tahun 1957 telah dilakukan rehabilitasi lantai masjid dari papan menjadi plesteran semen oleh ahli waris dan masyarakat setempat. Kegiatan studi kelayakan terhadap Rumah Adat dan Masjid Siguntur dilaksanakan pada tahun 1991/1992 oleh Bagian Proyek Pelestarian/Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sumatera Barat, Kanwil Depdikbud Provinsi Sumatera Barat Masjid Siguntur dipugar dengan kegiatan antara lain: pembongkaran atap beserta rangkanya, tiang, pondasi, dinding, dan lantai. Kemudian pemasangan kembali yang baru. Pekerjaan lainnya yaitu pembongkaran pintu dan jendela, pembuatan selasar, pagar beton, pagar kawat berduri, serta pintu besi. Terakhir pengecatan rangka atap dinding, pintu, jendela, dan pagar tembok.
Berikut raja-raja Siguntur:

Periode Hindu-Buddha
  1. Sri Tribuwana Mauliwarmadewa (1250-1290),
  2. Sora (Lembu Sora) (1290-1300),
  3. Pramesora (Pramesywara) (1300-1343),
  4. Adityawarman (kanakamedinindra) (1343-1347), --bersamaan dalam memerintah Dharmasraya dan Pagaruyung.
  5. Adikerma (putra Paramesora) (1347-1397),
  6. Guci Rajo Angek Garang (1397-1425), dan
  7. Tiang Panjang (1425-1560).
    • Periode Islam
  1. Abdul Jalil Sutan Syah (1575-1650),
  2. Sultan Abdul Qadir (1650-1727),
  3. Sultan Amiruddin (1727-1864),
  4. Sultan Ali Akbar (1864-1914),
  5. Sultan Abu Bakar (1914-1968),
  6. Sultan Hendri (1968-sekarang)—hanya sebagai penjabat saja, tanpa kekuasaan karena kerajaan Siguntur tinggal nama saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar